Thursday, November 4, 2010

Penyacahaan (Exposure)

Pencahayaan (atau lebih populer dalam istilah Bahasa Inggris exposure) adalah istilah dalam fotografi yang mengacu kepada banyaknya cahaya yang jatuh ke medium (film atau sensor gambar) dalam proses pengambilan foto.
Untuk membantu fotografer mendapat setting paling tepat untuk pencahayaan, digunakan lightmeter. Lightmeter, yang biasanya sudah ada di dalam kamera, akan mengukur intensitas cahaya yang masuk ke dalam kamera. Sehingga didapat pencahayaan normal.


A photograph with an exposure time of 25 seconds

A long exposure showing stars rotating around the southern and northern celestial poles
A photograph with an exposure time of 1/13 second blurs the motion of flying birds.
A photograph of the sea after sunset with an exposure time of 15 seconds. The swell from the waves appears as fog.
A 1/30s exposure showing motion blur on fountain at Royal Botanic Gardens, Kew
A fair ride taken with a 2/5 second exposure.
A photograph of the Forth Rail Bridge with an exposure time of 13 seconds. The effect of a long exposure shot on moving water is to make it seem creamy and opalescent.
A photograph of the sea before sunrise with an exposure time of 30 seconds. Note the blurred water.




Hal-hal yang mempengaruhi exposure:

  1. Jenis dan intensitas sumber cahaya
  2. Respon benda terhadap cahaya
  3. Jarak kamera dengan benda
  4. Shutter speed.
  5. Bukaan (aperture).
  6. Ukuran ISO/ASA film yang digunakan.
  7. Penggunaan filter tertentu.

Pengaruh tingkat exposure

Tingkat exposure akan mempengaruhi tingkat keterangan foto secara keseluruhan.
Selain itu, respon tiap benda di dalam satu karya fotografi akan berbeda, sehingga dengan pengolahan yang tepat fotografer bisa mengatur emphasis yang dihasilkan.

Exposure tidak normal

Ada dua jenis exposure tidak normal yang sering ditemui di dalam karya fotografi, yaitu over exposure dan under exposure.
Overexposure adalah keadaan foto yang di exposure lebih lama dari yang diinstruksikan lightmeter atau subjek yang ditangkap lebih terang dari sebenarnya. Sementara under exposure adalah keadaan sebaliknya.
Tidak ada ukuran benar atau salah untuk penentuan exposure. Seluruhnya tergantung tingkat emphasis dan hasil foto yang diinginkan fotografer.

White chair: Deliberate use of overexposure for aesthetic purposes.

 Nilai exposure

Seperti kita ketahui bahwa cahaya luar akan diteruskan oleh lensa menuju ke atas focal plane. Dalam perjalanannya, cahaya tersebut melewati rintangan-rintangan optik sepanjang jajaran lensa dan sebagian darinya akan diredam (karena tidak mempunyai amplitudo/intensitas yang cukup siknifikan), atau terpantul oleh permukaan tiap-tiap jajaran lensa hingga mempengaruhi akurasi warna pada hasil foto akhir, menimbulkan efek flare atau ghosting artifact/motion blur; sebagai akibat dari sifat lensa yang meneruskan, membiaskan, meredam, memantulkan cahaya.
Ini berarti bahwa, walaupun lensa-lensa komersial telah ditera berdasarkan standar CCI (Colour Contribution Index) yang ditetapkan oleh IOS (International Organization for Standardization), penggunaan bahan gelas/kaca yang berbeda untuk tiap-tiap lensa beserta jenis coating yang dipakai akan berpengaruh pada lebar spektrum dan intensitas cahaya yang sampai ke permukaan focal plane.
Pada sekitar tahun 1950, konsep mengenai exposure value dikembangkan di Jerman untuk menyederhanakan pengukuran cahaya yang jatuh ke atas focal plane dengan menghilangkan parameter lensa untuk mendefinisikan nilai pajanan yang absolut menjadi relatif.
Nilai exposure absolut menurut standar fotometri didefinisikan sebagai daya pendar (, bukan intensitas) cahaya yang terjadi di atas focal plane pada rentang waktu tertentu, dirumuskan:
H = Et \,
di mana:
  • H adalah nilai pajanan/luminous exposure (lux detik)
  • E adalah tingkat iluminasi pada focal plane (lux)
  • t adalah rentang waktu iluminasi (detik)
Nilai exposure relatif yang lebih sering dipakai dalam fotografi didefinisikan dari parameter kamera yang berpengaruh terhadap tingkat iluminasi pada focal plane, yaitu eaperture dan shutter speed. Rumus yang digunakan adalah:
\mathrm {EV} = \log_2 {\frac {N^2} {t} } \,,
di mana:
  • EV adalah nilai exposure (stop)
  • N adalah nilai aperture (f-number)
  • t adalah nilai shutter speed/rentang waktu iluminasi (detik)
Nilai exposure serupa menurut proposal standar sistem APEX (Additive system of Photographic Exposure) dari ASA (American Standards Association) adalah penyederhanaan formulasi logaritmik di atas menjadi aritmatik:
E_v = A_v + T_v \,,
di mana: Av (nilai aperture) and Tv (nilai rentang waktu iluminasi) didefinisikan:
Av = log2 A2
dan
Tv = log2 (1/T) \,,
dengan
  • A adalah nilai aperture (f-number)
  • T adalah rentang waktu iluminasi/shutter speed (detik)
  • Ev adalah nilai exposure (stop)
  • Av adalah nilai f-stop (stop)
  • Tv adalah nilai shutter-stop (stop)
Dengan demikian, sebagai contoh: nilai exposure 3 stop pada ISO 100 tidak menunjukkan tingkat iluminasi yang sama dengan nilai exposure 3 stop pada ISO 400. Korelasi antara nilai exposure dengan ISO dirumuskan:
\mathrm{EV}_{S} = \mathrm{EV}_{100} + \log_2 \frac {S} {100} \,.
Sebagai contoh, nilai exposure pada ISO 400 adalah 2 stop lebih besar daripada pada ISO 100:
\mathrm{EV}_{400} = \mathrm{EV}_{100} + \log_2 \frac {400} {100}
= \mathrm{EV}_{100} + 2 \,.
atau nilai exposure pada ISO 50 adalah 1 stop lebih kecil dari padapada ISO 100:
\mathrm{EV}_{50} = \mathrm{EV}_{100} + \log_2 \frac {50} {100}
= \mathrm{EV}_{100} - 1 \,.
Nilai exposure yang menunjukkan tingkat iluminasi, baik absolut maupun relatif, tidak mewakili tingkat visibilitas pada akhir foto, sehingga pada kamera biasanya dilengkapi dengan exposure meter indicator yang berfungsi sebagai panduan untuk menentukan mid-tone pada setiap ISO setting dari tiap-tiap area metering, misalnya: spot, matriks, dll.

Exposure bracketing

Definisi f-stop sesuai rumus di atas adalah nilai logaritmik dari f-number namun sering kita jumpai penyebutan f-stop dengan penggunaan nilai f-number, yang lebih populer daripada penyebutan shutter stop dengan penggunaan nilai shutter speed. Penyebutan f-stop tersebut dimaksudkan untuk teknik exposure bracketing dengan f-number yang disebutkan dan nilai shutter divariasi pada area mid-tone untuk menghasilkan nilai pajanan relatif misalnya -4ev, -2ev, 0ev, +2ev, +4ev. Penggunaan bracketing semacam ini populer pada fotografi HDR untuk menghindari ghosting artifact akibat perbedaan DOF (depth of field) dari beberapa nilai f-number.
Exposure bracketing juga dapat dilakukan dengan menaikkan shutter 1 stop dan menurunkan f-number 1 stop untuk mendapatkan nilai pajanan yang sama. Hasil foto untuk bracketing semacam ini dapat menimbulkan motion blur akibat perbedaan penggunaan shutter speed, seperti tampak pada gambar di bawah

Fast shutter speed, short exposure
Slow shutter speed, long exposure

Exposure sebagai tingkat visibilitas

Tingkat iluminasi yang terjadi di atas focal plane, walaupun bernilai sama, dapat menghasilkan foto dengan efek pencahayaan yang berbeda-beda menurut ISO rating yang digunakan. Dalam bahasa Inggris, exposure semacam ini tidak disebut sebagai exposure, melainkan sebagai imposure atau dynamic range atau light value atau brightness value atau level of exposure. Keadaan tingkat visibilitas rendah disebut under-imposed, yang dapat terjadi karena over-exposed atau under-exposed.

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...